Edukasi Ekonomi

Waspadai Mafia Tanah Berkedok Developer

INTENS PLUS – JAKARTA. Rumah merupakan aset yang begitu berarti. Namun, pekerja dengan upah minimum cenderung sulit untuk memilikinya.

Salah satu cara yang kemudian umum ditempuh oleh pekerja adalah melakukan kredit pemilikan rumah (KPR). Besarnya permintaan rumah yang tidak berimbang dengan pendapatan pekerja, mendorong pula gelombang minat KPR.

Gelombang tersebut ditangkap sebagai kesempatan. Sayangnya, turut pula oknum yang justru menjadikannya sebagai celah untuk mengambil keuntungan dengan cara tidak bertanggung jawab.

Tri Andry Baktiar Harianja melalui akun Instagram @sinamotcom mengungkap, ada 4.000 developer yang dilaporkan karena melakukan penipuan 120 ribu rumah.

“Mafia tanah sering menyamar jadi developer,” tulisnya pada kolom komentar, dikutip Intens Plus Minggu (2/2/2025).

Tri menjelaskan, developer bodong kerap menawarkan kerja sama pada pemilik lahan untuk membangun perumahan di tanah mereka. “Makanya kalau kalian punya lahan, jangan sekali-kali kerja sama dengan developer,” dia menulis.

Kerap kali, mafia tanah berkedok developer melakukan perjanjian sederhana tanpa pengawasan hukum yang kuat. Pemilik lahan hanya dijanjikan hasil bagi keuntungan, unit rumah, atau kompensasi tertentu.

Lalu developer mulai menguasai lahan dengan dalih pengembangan, tetapi tidak segera mengurus dokumen formal seperti AJB atau sertifikat tanah. Pemilik tanah tetap terdaftar sebagai pemilik, tetapi tanah tersebut secara fisik sudah dikelola oleh developer.

“Developer/mafia sengaja tidak menyelesaikan pengurusan sertifikat hak guna bangunan (HGB) atau perizinan terkait,” tulisnya lagi.

Developer pun mengabaikan kewajiban membayar pajak tanah, seprrti PBB atau BPHTB. Pajak yang tidak dibayar dalam jangka waktu lama menyebabkan denda menumpuk, sehingga menyiptakan sengket administrasi.

Dalam banyak kasus, tulis Tri, developer justru memanfaatkan ketidakjelasan administrasi yang mereka buat sendiri untuk menghilangkan jejak pemilik awal. Di samping itu, developer mulai menjual unit perumahan ke konsumen meskipun status tanah belum jelas.

“Konsumen yang membeli unit sering tidak menyadari bahwa sertifikat atau IMB tanah tersebut belum lengkap atau bahkan tidak sah,” jelas Tri.

Mafia tanah yang menyamar sebagai developer pun sering menggumbar janji dengan mengatakan bahwa sertifikat sedang dalam proses untuk meyakinkan konsumen.

Proyek yang tidak selesai dan sengaja ditinggalkan, menjadikan status hukum tanah tidak jelas. Pajak yang tidak dibayar bertahun-tahun, otomatis menjadikan tanah tersebut masuk kategori tanah terlantar menurut Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Jika demikian, komsumen yang membeli unit perumahan akhirnya menjadi korban. Sebab mereka tidak bisa mendapatkan sertifikat hak milik (SHM) terhadap tanah yang dibeli.

“Proses hukum untuk menuntut developer pun sulit, karena mereka sengaja membubarkan badan hukum,” tandasnya.

Lalu apa tanda developer yang patut diwaspadai?
1. Kerap menebar janji, salah satunya bebas biaya pengurusan surat-menyurat.
2. Perumahan demikian, kemungkinan surat menyurat ditahan oleh developer.
3. Jangan membeli rumah yang sekitarnya justru menjual rumahnya, kemungkinan besar perumahan bermasalah maka pembi menjual balik rumahnya. (*)

Penulis: Fatimah Purwoko

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *