INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Kebijakan Efisiensi Anggaran berdampak sepinya kunjungan tamu hotel di Yogyakarta selama Ramadhan, ini sinyal SOS terhadap usaha perhotelan dan UMKM karena menurunnya daya beli yang sangat signifikan hingga akan berdampak 5 ribu karyawan hotel terpaksa akan dinonaktifkan.
Perbedaan signifikan ini dilihat, reservasi lebaran periode tahun lalu bisa mencapai 60 persen reservasi di periode yang sama, sampai dengan 70 persen.
“Nah, ini SOS bagi kita, bahwasannya PHRI sedang mendung berawan dan gelap. Kami hanya bisa bertahan untuk tidak PHK ya, Namun bila 3 sampai 6 bulan ini tidak ada perubahan, 5 ribu karyawan hotel dari dari bintang 5 dan non bintang terancam dinonaktifkan atau PHK,” ungkap Deddy Pranowo Eryono, Ketua Badan Pengurus Daerah (BPD) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Rabu. (26/3/2025).
Saat ini pihak hotel baru melakukan pengurangan jam kerja, itupun sudah mencapai 50 persen.
Dedy menyampaikan, ia mengantongi data dari Dinas DIY ada 17.000 Hotel di Yogyakarta, 420 hotel dan restoran sudah punya kartu tanda anggota PHRI, sedangkan untuk calon anggota ada sekitar 1.200 Hotel.
“Nah ini semoga, nanti di hari H-nya tidak reservasi tetapi on the spot atau langsung ke hotel dan bisa meningkatkan tingkat hunian di hotel di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,” ucapnya.
Dedy mengaku, reservasi hotel fokusnya masih di Kota dan Sleman belum bisa merata ke Kabupaten yang lain.
“Tapi Insyaallah nantinya bisa merata, Target kita yang dulu 90 persen, sekarang baru kita target hanya 80 persen,” tambahnya.
Industri Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) yang biasanya tinggi saat ini menurun, Swasta juga yang biasanya kencang sekarang juga menurun.
“Dan ini warning bagi pemerintah, karena Hotel sudah nggak bisa memberikan gaji karyawan. Kan gajinya berdasarkan tamu yang ada, Tabungan kita sudah ludes,
Yang Maret ini saja, itu okupansi reservasinya hanya 5 sampai dengan 15 persen saja. Januari hanya 60 persen sampai 70 persen, Kemudian Februari itu turun lagi 50 persen, Maret jeblok, April itu rata-rata hanya 30 persen maksimal,” tuturnya.
“Kalau lebaran ini tidak tau nanti gimana, kalau belum berubah ya bertambah,” terangnya.
Dengan adanya situasi ini, Ia berharap dari pihak Pemda DIY bisa memberikan solusi agar Perhotelan di DIY bisa bertahan dengan melakukan rapat-rapat yang diadakan di Hotel dengan budget yang menyesuaikan dari Pemda, agar perekonomian bisa berjalan.
“Saya minta bisa seperti pandemi itu, relaksasi pajak, supaya Hotel bisa menambah nafas untuk hidup dan sebagainya yang bisa membuat Hotel dapat bertahan. Karena itu akan digunakan untuk cost masuk dalam operasional hotel dan restoran,” terangnya.

Dedi juga berharap, Pemerintah Daerah (Pemda) Yogyakarta dapat mendukung kedatangan wisatawan dengan event yang tidak hanya masturbasi untuk masyarakat DIY, tapi even-even yang bisa menggema ke Nasional maupun Internasional.
Sehingga wisatawan bisa tinggal lebih lama di Jogja, walaupun dikonsep dari Desa maupun kampung dengan Inovasi yang menarik.
“Selain itu anggaran promosi juga harus di perpanjang, agar informasi kota jogja bisa diketahui masyarakat secara luas,” pesannya.
Dedi mengaku, sudah melayangkan surat pada Pemerintah pusat, BPP-PRI untuk bisa mengusulkan kebijakan wisata dan study tour ditinjau atau bahkan dihentikan.
Karena ini, mengganggu perekonomian dari masyarakat pemerintah daerah, maupun pusat.
“Sudah, suratnya sudah ke Kementerian Sekolah BPP-PRI dan BPD tugasnya dengan DPRD, dengan Gubernur, dengan Wali Kota, dengan Bupati,” katanya.
Ketua Komisi B DPRD DIY, Andriana Wulandari mengatakan baru 3 Propinsi yang melarang perjalanan Dinas dan Study tour imbasnya sudah sangat berdampak bagi perekonomian di Yogyakarta, Ndari terus mendorong agar Pemda bisa memberikan solusi supaya perekonomian Jogja kembali pulih ditengah aturan program efisiensi anggaran yang ditetapkan oleh Pemerintah.
“Banyaknya perjalanan Dinas yang dibatalkan, baru ada 3 Provinsi yang melarang adanya study tour seperti Banten, Jawa Barat dan DKI. Imbasnya sudah sangat terasa di Yogyakarta. Kekuatirannya hal ini akan berpengaruh ke Propinsi yang lain sehingga terdampak dalam industri perhotelan kita,” ujar Ndari
Pemda DIY diminta dengan keterbatasan anggaran, diminta mengoptimalisasikan anggaran yang ada untuk membantu pariwisata DIY, tetap berjalan dengan menyesuaikan anggaran yang ada. Dan juga dengan Pemda diminta cepat membuat trobosan kegiatan yang menarik agar Jogja tetap menjadi kunjungan bagi Wisatawan.
“Mungkin ada dana keistimewaan 200 Milyar diefisiensi, kita punya satu triliun tapi kita bicara pariwisata hotel. Nah pastinya Dinas Pariwisata bisa menggunakan dengan kegiatan yang menggunakan dana Keistimewaan. UU jelas, ada 5 urusan bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah wisata yang MICEnya 2 sampai 6 persen,” ungkap Ndari.
Kepala Dinas Pariwisata DIY, Imam Pratanadi memaparkan Kondisi Pemda pun juga sulit karena terdampak efisiensi Anggaran Negara. Namun Imam menyatakan akan berupaya memperbaiki dengan menitikberatkan pada event-event yang dapat menarik wisatawan lokal maupun mancanegara.
“Ini satu hal yang sangat-sangat memprihatinkan. Dan sayangnya memang kami dari pemerintah daerah, khususnya Dinas Pariwisata tidak memiliki anggaran yang cukup untuk kemudian bergerak seperti pada saat pandemi.
Namun dari beberapa insight sudah kita dapatkan, kami mencoba memperbaiki hal ini, dengan menambah potensi-potensi yang belum kita gali dengan menitikberatkan pada event-event yang diselenggarakan oleh komunitas,
maupun pemerintah daerah, baik itu kabupaten, kota, maupun provinsi. Ada 2 Even besar yang nantinya akan kita angkat untuk menarik wisatawan, yaitu wayang Jogja Night carnival dan Ngayog Jazz sehingga kita bisa meningkatkan bekerjasama dengan Kementrian Pariwisata untuk meningkatkan promosinya ini,” sebutnya.(*)
Penulis : Elis