INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-269 Kota Yogyakarta tahun ini menjadi momentum penting bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta untuk meluncurkan sejumlah inovasi yang menandai arah baru tata kelola kota.
Di bawah kepemimpinan Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo, berbagai gebrakan dilakukan mulai dari digitalisasi layanan publik hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat, termasuk uji coba Malioboro full pedestrian selama 24 jam.
Gebrakan pertama adalah peluncuran perluasan sistem pembayaran non-tunai (QRIS Parkir) untuk retribusi parkir tepi jalan umum. Acara dilaksanakan di Bangsal Mataram, Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY, Senin (6/10).
Melalui kebijakan ini, 100 titik parkir digital resmi beroperasi menggunakan sistem QRIS. Program ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi, efisiensi, serta memperkuat penerimaan daerah.
“Dengan QRIS, pembayaran parkir menjadi lebih transparan dan profesional. Masyarakat makin mudah, dan juru parkir juga dibina agar lebih tertib,” ujar Hasto dikutip. Rabu (8/10/2025).
Hasto menyebut, saat ini terdapat 738 juru parkir resmi di Kota Yogyakarta yang telah memiliki surat tugas. Lokasi penerapan awal QRIS Parkir mencakup kawasan penyangga Malioboro serta ruas utama seperti Jalan Diponegoro, Jalan Mataram, Jalan Ahmad Dahlan, dan Jalan Katamso.
Kebijakan ini sekaligus menjadi bagian dari strategi Pemkot Yogyakarta menuju Smart City yang menekankan digitalisasi sektor publik.
Program berikutnya, yang menjadi perhatian publik adalah peluncuran dan kewajiban penggunaan Batik Segoro Amarto Reborn bagi seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Yogyakarta setiap hari Selasa. Penggunaan perdana dilakukan mulai 7 Oktober 2025, bertepatan dengan hari jadi Kota Yogyakarta.
Batik tersebut diproduksi oleh masyarakat melalui Koperasi Kelurahan Merah Putih, sehingga kebijakan ini juga berfungsi sebagai penggerak ekonomi rakyat.
“Ada kharisma dan rasa bangga saat mengenakan Batik Segoro Amarto Reborn karena dibuat oleh warga Yogya sendiri. Insya Allah batik ini membawa berkah,” kata Hasto dalam Temu Kemitraan Koperasi Merah Putih di Balai Kota, Senin (6/10).
Sedikitnya 6.500 ASN Pemkot Yogyakarta wajib mengenakan batik ini. Tahun depan, kebijakan tersebut juga akan diperluas kepada sekitar 65.000 pelajar di Kota Yogyakarta agar menggunakan Batik Segoro Amarto sebagai seragam sekolah.
Kini terdapat delapan kelompok koperasi yang setiap hari memproduksi batik tersebut. Hasto menilai langkah ini bukan hanya simbol identitas, tetapi juga bentuk keberpihakan terhadap produk lokal.
“Dulu batik kita kebanyakan dari Pekalongan dan Solo. Sekarang masyarakat Yogya bisa membatik sendiri, membela dan membeli karya sendiri. Ini bentuk nyata semangat Gandeng Gendong,” tegasnya.
Selain itu, Pemkot Yogyakarta juga meluncurkan sistem GeoTaktis, inovasi data terintegrasi yang menggabungkan data sektoral dan kependudukan untuk memperkuat pengambilan keputusan berbasis bukti dan wilayah.
Sistem ini dikembangkan melalui kolaborasi lintas perangkat daerah, di bawah koordinasi Dinas Komunikasi, Informatika, dan Persandian (Diskominfosan) sebagai Wali Data Kota Yogyakarta, serta dimoderatori oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dindukcapil).
“Kalau saya sebagai dokter, data itu sama seperti diagnosis. Sedangkan program itu terapinya. Tanpa data real-time, pemerintah tidak bisa mengambil keputusan yang tepat,” jelas Hasto.
GeoTaktis diharapkan menjadi dasar baru bagi pengelolaan pembangunan kota yang lebih efisien, dinamis, dan transparan.
Puncak perayaan HUT ke-269 Kota Yogyakarta ditandai dengan uji coba pedestrian penuh 24 jam di kawasan Malioboro pada Selasa (7/10/2025). Kebijakan ini dimaksudkan untuk melihat dampak sosial, ekonomi, dan teknis apabila Malioboro dijadikan kawasan bebas kendaraan bermotor secara permanen.
“Kita ingin tahu bagaimana dampaknya kalau Malioboro benar-benar jadi kawasan pejalan kaki penuh. Ini akan menjadi bahan evaluasi untuk kebijakan ke depan,” terang Hasto saat memantau uji coba di lokasi.
Pemkot juga memberi pengecualian untuk kendaraan tertentu seperti becak kayuh, andong, dan sepeda, serta memberikan akses terbatas bagi warga sekitar dan kendaraan logistik dengan waktu khusus.
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Yetti Martanti mengatakan, selama uji coba pedestrian penuh, Malioboro menjadi lebih hidup dengan berbagai atraksi seni dari pengamen dan pelaku seni yang telah dikurasi.
“Ada lima titik tampil di Malioboro dan dua di Margo Utomo. Total 116 pelaku seni kami fasilitasi agar bisa tampil dengan nyaman,” jelas Yetti.
Salah satu wisatawan asal Ungaran, Amel, mengaku senang dengan suasana baru Malioboro tanpa kendaraan bermotor.
“Bagus banget, bisa bebas jalan dan foto-foto di tengah jalan tanpa terganggu kendaraan. Semoga bisa sering diadakan,” ujarnya.(*)
Penulis : Elis
