Politik Yogyakarta

Pansus DPRD DIY Gelar Public Hearing Raperda Penyelenggaraan Riset, Invensi, dan Inovasi Daerah

INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Panitia Khusus (Pansus) BA 26 DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar public hearing Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Riset, Invensi, dan Inovasi Daerah pada Senin (13/10) di Ruang Banggar DPRD DIY. 

Forum ini menjadi langkah penting dalam upaya memperkuat ekosistem riset dan inovasi di Yogyakarta melalui kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat.

Public hearing tersebut dipimpin oleh Ketua Pansus, Eko Suwanto, S.T., M.Si., dan dihadiri oleh perwakilan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bapperida DIY, perguruan tinggi, lembaga riset independen, serta unsur pemerintah kalurahan.

“Forum public hearing ini menjadi wadah untuk menghimpun ide dan masukan dari berbagai pihak dalam penyempurnaan substansi raperda bahwa pentingnya mencari ide dan gagasan untuk menyempurnakan raperda tentang riset, invensi, dan inovasi daerah. Kami ingin memastikan kebijakan pembangunan di DIY lahir dari data dan penelitian yang relevan, termasuk riset kebencanaan yang selama ini belum banyak disentuh,” ujar Ketua Pansus DPRD DIY, Eko Suwanto dikitip, Rabu (15/10/2025).

Menurutnya, kehadiran perda ini akan memperkuat posisi riset sebagai bagian integral dari proses perencanaan pembangunan, sehingga setiap kebijakan memiliki dasar ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun sosial.

“Raperda ini diharapkan menjadi payung hukum yang mendorong kolaborasi multipihak dan memastikan hasil riset berkontribusi nyata bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Yogyakarta,” kata Eko.

Raperda tersebut, disusun untuk menjadi landasan hukum dan arah kebijakan penguatan riset serta inovasi daerah, dengan tujuan membangun budaya riset yang inklusif, kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy), dan percepatan pemanfaatan hasil penelitian untuk kesejahteraan masyarakat.

Dukungan terhadap raperda ini disampaikan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Riset dan Inovasi Daerah BRIN, Dr. Sri Nuryanti, menilai keberadaan perda ini akan menjadi payung hukum kuat bagi pelaksanaan riset dan inovasi di daerah.

“Ini menjadi payung hukum agar kegiatan riset dan inovasi di daerah itu resmi dan lebih berdampak. Kalau berhenti di rak buku saja, tidak ada yang membaca atau memanfaatkan, itu kan sia-sia,” ujar Sri Nuryanti.

Ia menambahkan, sejumlah substansi dalam Raperda telah mengakomodasi masukan BRIN, termasuk soal integrasi riset lintas sektor dan penguatan peran Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bapperida) DIY dalam mengoordinasikan kegiatan riset daerah.

“Dengan adanya perda ini, akan muncul akselerasi riset-riset yang bisa dimanfaatkan. Kita bisa menghasilkan banyak rekomendasi kebijakan yang konkret,” jelasnya.

Selain menjadi dasar integrasi program riset, perda ini juga membuka peluang pendanaan bersama antarinstansi serta memperkuat mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan riset dan inovasi di daerah.

Nuryanti mengakui masih ada sejumlah tantangan dalam pengembangan riset daerah, seperti keterbatasan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, dan koordinasi antarinstansi. 

Namun, ia menilai persoalan tersebut bisa diatasi melalui kolaborasi yang erat dengan perguruan tinggi di Yogyakarta.

“Teman-teman Bapperida DIY bisa bekerja sama dengan UGM, UMY, atau universitas lain di DIY. Kami menyarankan agar Bapperida menjadi pihak yang memanfaatkan hasil-hasil riset yang sudah ada,” tutur Yanti.

Ia juga mengapresiasi langkah DPRD DIY yang melibatkan banyak pihak, termasuk organisasi perangkat daerah (OPD), lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan unsur pemerintah kalurahan.

“Kita tidak mungkin berjalan sendiri. Harus berkolaborasi dan bersinergi. Saya lihat kalimat sinergi dan kolaborasi sudah muncul dalam draf Raperda ini, dan itu hal yang positif,” tambahnya.

Dari kalangan akademisi, Sekretaris UGM, Andi Sandi, menilai langkah DPRD DIY sudah tepat. Menurutnya, Yogyakarta memiliki potensi besar menjadi model nasional dalam pengembangan kebijakan berbasis riset.

“Contohnya, perubahan nomenklatur dari desa menjadi kalurahan. Pergub kalurahan itu bukan muncul tiba-tiba, tapi melalui proses riset panjang yang melibatkan kampus dan masyarakat,” jelasnya.

Sementara itu, dari unsur pemerintah kalurahan, Lurah Sambirejo, Wahyu Nugroho, S.E., menyampaikan bahwa kalurahan siap menjadi bagian aktif dalam mendukung riset terapan yang bermanfaat langsung bagi warga.

“Kami ingin hasil penelitian di kalurahan bisa diimplementasikan, bukan hanya jadi laporan. Kami juga menyiapkan repository ilmiah agar data dan hasil riset dapat diakses dan dimanfaatkan bersama,” paparnya.

Selain itu, perwakilan dari Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta) menyoroti pentingnya knowledge management agar temuan riset tidak berhenti di tataran akademik, melainkan dapat diintegrasikan ke dalam kebijakan publik.

Pada Raperda Penyelenggaraan Riset, Invensi, dan Inovasi Daerah diharapkan mampu: Membangun budaya riset yang inklusif dan partisipatif ; Memperkuat sinergi antaraktor pembangunan (pemerintah, akademisi, dan masyarakat) ; Menghasilkan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy), dan Mendorong pemanfaatan hasil riset bagi kesejahteraan masyarakat Yogyakarta.(*)

Penulis : Elis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *