Ekonomi Yogyakarta

Pemangkasan Dana Transfer Pusat Ancam RAPBD 2026, DPRD DIY Minta Pemerintah Kaji Ulang

INTENS PLUS – YOGYAKARTA. Kebijakan pemerintah pusat yang memangkas Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) kembali menuai sorotan dari daerah khususnya Yogyakarta.

Ketua Komisi A DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dari Fraksi PDI Perjuangan, Eko Suwanto, mendesak Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk mengaji ulang pemangkasan dana transfer ke daerah, karena berpotensi menekan kemampuan fiskal serta menghambat pelaksanaan program pembangunan di Yogyakarta.

“Kaji ulang kebijakan pemangkasan dana ke daerah. Kalau kebijakan ini tidak dibatalkan, pasti berdampak langsung pada pendapatan dan belanja daerah. Koreksi bisa terjadi signifikan, karena DAU dan DAK adalah sumber utama pembiayaan pembangunan di DIY,” kata Eko Suwanto di Gedung DPRD DIY, Yogyakarta. Kamis (9/10/2025).

Eko menjelaskan, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DIY Tahun 2026 berpotensi mengalami penurunan antara Rp600 miliar hingga Rp750 miliar, akibat pemangkasan dari berbagai sumber dana transfer pusat seperti DAU, DAK, Bagi Hasil (BDH), serta Dana Keistimewaan (Danais).

“Hitungan kita, dari total belanja RAPBD 2026 sebesar Rp5,5 triliun, potensi penurunannya cukup besar. Ini belum termasuk dampak lanjutan dari turunnya Danais,” ujar Eko.

Ia menegaskan, dampak pemangkasan anggaran pusat sangat berpengaruh terhadap dinamika pembahasan RAPBD 2026. Pihaknya, akan mulai membahas rancangan APBD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) pada 13 Oktober 2025 untuk mencari solusi atas penurunan fiskal ini.

Eko memaparkan catatan perubahan APBD DIY tahun 2025, yang menunjukkan tren penurunan. Pendapatan daerah tahun 2025 semula tercatat sebesar Rp5,02 triliun, namun dalam Perubahan APBD 2025 turun menjadi Rp4,76 triliun. Sementara belanja daerah dari Rp5,23 triliun turun menjadi Rp5,04 triliun.

Dalam RAPBD 2026, pendapatan diproyeksikan mencapai Rp5,22 triliun, dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekitar Rp1,79 triliun.

Sedangkan belanja direncanakan Rp5,50 triliun, terdiri dari belanja operasi Rp3,60 triliun, belanja pegawai: Rp1,72 triliun, belanja barang dan jasa Rp1,25 triliun, belanja subsidi Rp93,76 miliar, belanja hibah Rp506,3 miliar dan belanja bantuan sosial Rp33,3 miliar.

“Artinya ruang fiskal kita makin sempit. Kebijakan pusat yang memangkas dana transfer, termasuk DAU, DAK, dan Dana Keistimewaan, akan menghambat tumbuhnya perekonomian rakyat,” tegasnya.

Penurunan Dana Keistimewaan (Danais) menjadi perhatian khusus DPRD DIY.

Menurut Eko, Danais yang sempat mencapai Rp1,4 triliun pada 2024, turun menjadi Rp1,2 triliun pada 2025, dan diperkirakan hanya Rp1 triliun pada 2026 setelah terbitnya Inpres Nomor 1 Tahun 2025.

“Ada penurunan hingga Rp400 miliar dibanding tahun sebelumnya. Kalau tidak diperjuangkan, penurunan ini akan berimbas langsung pada program yang menopang kesejahteraan rakyat,” jelas Eko.

Eko melanjutkan, Danais selama ini menjadi sumber utama pembiayaan program keistimewaan di bidang kebudayaan, tata ruang, kelembagaan, dan pertanahan. 

Penurunan alokasi tersebut dinilai dapat menghambat program-program strategis, termasuk pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pelestarian budaya Yogyakarta.

Eko Suwanto mengingatkan, pemangkasan dana transfer pusat otomatis mengubah struktur APBD. Belanja pegawai dalam RAPBD 2026 yang saat ini berada di angka 32,94% diperkirakan akan naik menjadi 36,2% jika pemangkasan anggaran tetap dilakukan.

“Kenaikan proporsi belanja pegawai akan menekan ruang belanja publik, terutama pembangunan infrastruktur, subsidi, dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Ini yang harus diwaspadai,” ungkap alumni Magister Ekonomi Pembangunan UGM itu.

Eko menegaskan, DPRD DIY akan tetap mendorong agar prioritas anggaran difokuskan pada peningkatan kesejahteraan rakyat, pengentasan kemiskinan, dan penurunan angka pengangguran.

Selain menyoroti kebijakan pusat, Eko juga menekankan pentingnya penguatan fiskal di tingkat kalurahan (desa dan kelurahan) sebagai strategi menjaga daya tahan ekonomi daerah.

Lagi menurut Eko, kalurahan seharusnya menjadi pusat pelayanan publik sekaligus penggerak ekonomi rakyat.

“Kalurahan perlu diperkuat dengan dukungan fiskal yang memadai. Kami sudah siapkan regulasi di tingkat daerah sejak 2024 untuk memperkuat fondasi keuangan kalurahan,” ujarnya.

Dengan penguatan fiskal di tingkat bawah, desa dan kelurahan diharapkan lebih mandiri dalam mengelola program pemberdayaan ekonomi, sosial, dan pelayanan publik.

“Ini langkah strategis untuk menciptakan kesejahteraan dan menekan kesenjangan sosial di DIY,” tutup Eko.(*)

Penulis : Elis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *