Headline Jabar

Hakim Kabulkan Praperadilan, Pegi Setiawan Bebas

INTENS PLUS – CIREBON. Pegi Setiawan alias Perong dibebaskan. Hakim telah mengabulkan praperadilan yang dilayangkan Pegi atas penetapan dirinya sebagai tersangka pembunuhan Vina dan Rizky di Cirebon.

Oleh sebab itu, Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Bandung Eman Sulaeman memerintahkan Polda Jawa Barat untuk segera membebaskan Pegi dari tahanan.

“Memerintahkan kepada termohon untuk melepaskan pemohon dari tahanan,” kata hakim Eman saat membaca amar putusan di PN Bandung, Senin (8/7/2024).

Hakim Eman menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka didasarkan pada penyidikan yang tidak sah. Maka diputuskan, seluruh tindakan termohon menjadi tidak sah.

Hakim Eman juga meminta Polda Jabar memulihkan hak Pegi dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya seperti sedia kala.

Sementara itu Kabid Hukum Polda Jabar, Kombes Nurhadi Handayani menyatakan pihaknya bakal patuh terhadap putusan hakim. Di juga bilang, Polda Jawa Barat akan segera memproses pembebasan terhadap Pegi Setiawan usai hakim Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan gugatan yang dilayangkan oleh kuasa hukum Pegi.

“Kita akan koordinasi dengan penyidik nanti Kalau misalkan dari putusan hakim ditindaklanjuti jadi untuk dihentikan penyidikan dan segera dibebaskan jadi kita tetap patuh apa yang diputuskan untuk hakim. Nanti kordinasi dengan penyidikan untuk langkah selanjutnya,” kata Nurhadi usai pembacaan putusan.

Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Jules Abraham Abast, pun mengatakan penyidik bakal melakukan apa yang sudah diputuskan oleh hakim, yakni membebaskan Pegi sesegera mungkin.

“Terkait dengan pembebasan tentu kami akan mematuhi segala putusan dari pengadilan. Secepatnya kami akan penuhi. Kita menunggu mudah-mudahan secepatnya,” katanya saat menggelar konferensi di Mapolda Jabar, didampingi oleh Ketua Kompolnas Benny Mamoto, Senin (8/7/2024).

Terkait dengan salinan putusan praperadilan, Jules menyebut sampai dengan saat ini penyidik belum menerima salinan putusan tersebut.

“Nanti, kita masih berproses mudah-mudahan dari pengadilan segera mengirimkan salinan putusan,” katanya.

Sementara itu, Ketua Kompolnas Benny Mamoto dalam kesempatan itu menuturkan pihaknya telah mengikuti perkara ini sejak awal sampai dengan persidangan.

Menurut dia, putusan hakim menjadi bahan untuk evaluasi penerapan dan pelaksanaan Perkap (Peraturan Kapolri) dan Perpol (Peraturan Kepolisian).

“Kami cermati pertimbangan hakim jadi masukan kami, evaluasi implementasi Perkap dan Perpol tentang manajemen penyidikan. Kedua, evaluasi perkap dan perpol. Aturan tidak harga mati. Terus dievaluasi. Jenis kasus tidak bisa di pukul rata. Tidak bisa semua kasus disamakan. Kami melihat dari sana,” katanya.

Sementara itu, Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri mengingatkan bahwa korban salah tangkap kepolisian bisa mendapatkan ganti rugi sampai dengan Rp100 juta.

“Korban salah tangkap mendapat ganti rugi. Demikian praktik di banyak negara,” kata Reza dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/7/2024).

Menurutnya, langkah tersebut lebih baik dijalankan ketimbang melalui mekanisme hukum yang bersifat memaksa.

“Bahkan mempermalukan, institusi kepolisian biasanya memilih penyelesaian secara kekeluargaan guna memberikan kompensasi itu,” ujarnya.

Lebih lanjut, Reza berpendapat patahnya narasi Polda Jabar bahwa Pegi adalah sosok yang mengotaki pembunuhan berencana, berimplikasi serius terhadap nasib kedelapan terpidana.

“Bagaimana otoritas penegakan hukum dapat mempertahankan tesis bahwa kedelapan terpidana itu adalah kaki tangan Pegi?” katanya.

“Benarkah mereka pelaku pembunuhan berencana, ketika interaksi masing-masing terpidana (selaku eksekutor) dengan Pegi (selaku mastermind) ternyata tidak pernah ada?” imbuhnya.

Oleh sebab itu, Reza juga mendorong agar Polda Jawa Barat mengungkapkan bukti penting dalam kasus pembunuhan Vina Cirebon.

Salah satu bukti penting yang dimaksud oleh Reza adalah bukti elektronik berupa detil komunikasi antarpihak pada malam ditemukannya tubuh Vina di jembatan pada 2016.

“Termasuk komunikasi via gawai yang masing-masing korban lakukan dengan pihak-pihak yang ia kenal,” katanya.

“Siapa, dengan siapa, tentang apa, jam berapa. Itulah empat hal yang semestinya secara rinci diperlihatkan sebagai alat bukti. Sekali lagi: siapa menghubungi siapa terkait apa pada jam berapa,” imbuhnya.

Aturan ganti rugi korban salah tangkap diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.

Pasal 1 ayat 23 KUHAP menjelaskan rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan hanya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Adapun jika merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP, besaran nilai ganti rugi yang berhak diterima Pegi berkisar Rp500 ribu-Rp100 juta.(*)

Penulis : Fatimah Purwoko

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *