INTENS PLUS – YOGYAKARTA. KAI Daop 6 Yogyakarta layangkan Surat Peringatan (SP) 3 pada Warga RW 01 Kampung Lempuyangan, Bausasran, Kota Yogyakarta (12/6). Usai adanya sosialisasi yang diminta oleh warga, pihak KAI memberi waktu penertiban sampai akhir Juli 2025.
Warga tersebut, diminta untuk segera membersihkan area beautifikasi Stasiun Lempuyangan pada tanggal yang sudah ditentukan KAI.
Manajer Humas KAI Daop 6 Yogyakarta, Feni Novida Saragih menekankan pihaknya tetap mengikuti aturan yang berlaku untuk segera melakukan penertiban di area beautifikasi Stasiun Lempuyangan, bila warga mengikuti kesepakatan, maka KAI akan memberikan batas waktu penertiban hingga akhir Juli 2025.
“Sesuai yang disampaikan saat pertemuan kemarin bahwa usulan warga akan tetap disampaikan, dan hasil keputusan management tetap sesuai informasi awal yang disampaikan ke warga yakni batas akhir pengosongan secara sukarela sampai akhir Juli 2025,” ujar Feni dikutip, Kamis (19/6/2025).
Feni menerangkan, pihaknya sudah melakukan sosialisasi berkali-kali, dan juga sudah ada mediasi juga dengan warga.
Kemudian karena mediasi tidak tercapai kesepakatan bersama, akhirnya pihak KAI menerbitkan SP 1, lalu dilanjutkan dengan SP 2 dan terakhir juga sudah mengirimkan SP 3.
Nanti setelah SP 3 ini, sudah sesuai dengan tenggat waktunya, akan dilakukan penertiban.
Ditanya permintaan warga soal tenggat waktu pindah sampai bulan Agustus, Feni memberi jawaban akan di diskusikan kembali kepada manajemen KAI.
“Namun kami tetap dengan prosedur ya, Kami akan ajukan ke Pimpinan tentu di saat pertama, kita langsung infokan kepada warga sebelum tenggat waktu SP 3-nya selesai,” kata Fani.
Ia menyebutkan, sosialisasi yang diberikan kepada warga Lempuyangan berupa ongkos bongkarnya.
“Memang ada beberapa warga sudah menyetujui ongkos bongkarnya, dan mungkin sudah mulai prosesnya juga. Ada beberapa, yang sepakat masih dinamis. Karena setelah pertemuan hari ini, warganya masih akan berembuk, mikir-mikir, nanti kita akan lihat setelah tenggat waktu SP 3-nya.Intinya kita akan lihat nanti sampai batas akhirnya seperti apa,” ucap Fani.
“Tujuan utama pembongkaran, kita ingin meningkatkan keselamatan dan keamanan juga pelayanan serta kenyamanan penumpang di Stasiun Lempuyangan yang kita layani setiap harinya.
Dimana stasiun Lempuyangan saat ini melayani hampir 15 ribu pelanggan perharinya. Ada kereta jarak jauh, ada kereta ekonomi PSO, ada KRL juga.
Nah, ini butuh kapasitas yang lebih besar di stasiunnya untuk bisa mengakomodasi semua kebutuhan masyarakat. Makanya kita perlu ada penataan di stasiun.
Yang rumah-rumah itu nanti rencananya untuk apa, nanti akan kita bicarakan lebih lanjut setelah kita clear dengan penertibannya dulu ya.
Jadi kita fokus, untuk menyelesaikan penertibannya dulu, nanti untuk seperti apa pengembangan, beautifikasi ke depannya akan kita bisa bicarakan lebih banyak secara administrasi semua sudah lengkap, prosedurnya kita sudah penuhi sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Komunikasi dengan keraton, kita setiap akan melakukan pertemuan dengan warga, setiap akan melakukan langkah-langkah, sudah atas koordinasi dengan keraton.
Jadi, komunikasi keraton dengan KAI sangat bagus, dan setiap langkah-langkah yang kita lakukan dengan warga itu sudah atas koordinasi dengan keraton,” beber Fani.
Sebelumnya, Juru Bicara Warga, Antonius Fokki Ardiyanto, saat ditemui usai mendampingi Warga Tegal Lempuyangan akan mendatangi di kantor DAOP VI Lempuyangan untuk melakukan mediasi pada selasa (17/6) sore pukul 15.30 Wib.
Ia mengatakan warga minta ada pengukuran ulang terkait ganti rugi, juga meminta agar waktu penertiban bisa diundur sampai bulan Agustus.
“Poinnya itu adalah, warga ingin mendengarkan isi surat dari SP 3 yang disampaikan KAI. Disini warga juga minta waktu supaya bisa melaksanakan Agustusan bersama untuk yang terakhir kalinya di Lempuyangan, dan itu belum di ACC. Artinya masih akan didiskusikan lagi dari KAI.
Jadi kalau kami ini kan mewakili warga, nah maka di situ warga sikapnya adalah meminta supaya bisa melaksanakan peringatan Agustusan terakhir kalinya di Lengkuyangan. Setelah itu terserah KAI mau ngapain. Silakan, kalau itu memang dirasa perlu dilakukan oleh KAI, silakan.
Kalau kompensasi warga itu mintanya supaya ada pengukuran ulang. Nah, hanya kan tehnisnya seperti apa yang akan kita rembug. Melihat situasinya ini juga warga mengharapkan supaya keraton juga bisa lah memberikan hadiah (bebungah) yang lebih.
Nah sekarang, kalau misalnya itu 53 juta dari keraton, ditambah rata-rata itu kompensasinya dari KAI 50 juta, Sekarang pertanyaan lanjutannya apakah itu bisa untuk memenuhi hak konstitusi warga negara untuk bertempat tinggal.
Maka idealnya ya sesuai dengan harga rumah KPR aja lah, Itu antara 250 juta kan cuma, gitu lah.
Mengingat bertempat tinggal itu kan, hak warga negara, nah maka ketika institusi di republik ini yang memindahkan, itu kan harusnya juga tidak lalai akan tanggung jawabnya tak lalai akan kewajibannya
Maka secara langsung dan tidak langsung, yang ingin memindahkan warga ini kan KAI dan Keraton. Nah mbok KAI dan Kraton itu mbok ya nyepake enggon warga atau KPR aja kan gitu,” urainya.
Selain itu, Fokki juga menjelaskan soal permintaan warga minta batas waktu pindah sampai hari perayaan kemerdekaan 17 Agustus nanti.
“Katanya itu, Manajemen pusat KAI di Bandung menolak, tetapi kita masih meminta dengan penuh kerendahan hati.
Soalnya kaitannya, ini dengan momentum kebangsaan kita supaya warga diberi kesempatan, untuk bisa merayakan hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang terakhir kalinya.
Di tanahnya kelahirannya dia sejak lahir sampai sekarang ini, ya itu saja kan sebenarnya tidak muluk muluk. Jadi itu hanya minta mundur satu bulan saja yang namanya palilahkan itu kan habisnya masih Oktober, ini mau mundur sesasi maksudnya tidak boleh
ya kebangetan ya jadi harapannya bisa mundur 1 bulan di bulan Agustus,” jelasnya.
Staf Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Muhammad Raka Ramadan mengatakan dari sisi hukum, ia melihat dasar hukum dari SP yang dilayangkan pada warga. Raka juga menilai dari sisi kemanusiaan, sikap kepemimpinan, pemerintah dan pengusaha di Yogya terhadap warganya.
“Bisa dikatakan dari KAI masih tetap untuk menjalankan proses, apa yang menjadi tuntutan warga Lempuyangan, Di antaranya meminta terkait waktu.
Kita di sini tidak lagi berbicara soal hukum, soal aturan. Kita bilang untuk coba kesampingkan itu, untuk kemudian kita berbicara soal kemanusiaan.
Soal kemanusiaan, soal hak asasi warga yang menempati bangunan tersebut dan memanfaatkan juga merawat adalah orang tua-orang tua kita. Mereka adalah eyang kita yang pernah mengabdikan dirinya di PT Kereta Api, apakah layak diperlakukan seperti ini,” sebutnya.
Namun menurutnya, respon dari PT KAI masih belum melihat tindakan yang signifikan. Tetap akan dilaporkan kepada pimpinan terkait batas waktunya.
“Warga lempuyangan hanya ingin minta untuk dimanusiakan, dihormati dan dihargai. Sebagai bagian dari keluarga besar kereta api itu sendiri.
Pada saat kita mengajukan surat keberatan, yang dimana surat keberatan tersebut kita sampaikan lagi-lagi soal dasar hukum, dasar klaim, termasuk juga keberatan kita atas terbitnya SP 1, 2, dan 3.
Makanya kita akan melihat baik KAI, kemudian pemerintah kota, pemerintah provinsi, termasuk juga Dewan Perwakilan di dalam merespon dan menanggapi kasus yang ada di Lempuyangan.
Karena kasus Lempuyangan hanyalah sebagian kasus dari persoalan klik atas nama pembangunan di kota Jogja.
Dan ketika keinginan warga yang sangat sederhana, yakini minta penundaan waktu hanya sampai 17 Agustus saja, agar dapat merayakan hari kemerdekaan. Itu dapat diindahkan, itu adalah bagian dari kewenangan kecil dan pemenuhan hak dari warga.
Akan tetapi ketika itu tidak dipenuhi, berarti kita bisa melihat seperti ini wajah Yogyakarta di hadapan warganya,” kata Raka.
Dikutip dari laman Kompas, terkait uang ganti rugi ini pernah disinggung oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Sultan berkata bahwa warga perlu memperoleh ganti rugi atas apa yang sudah dibangun mereka tapi kini menjadi sengketa.
“Kemarin kan nggak dihitung, jadi penghuni membangun kamar mandi, kamar tambahan, kemarin kan belum dihitung sepertinya lho. Hanya pesangon untuk pindah, mereka minta itu diberi,” terangnya, (26/5/2025).
Sultan sendiri telah memberikan bebungah dari Keraton Yogyakarta. Namun, bebungah itu bukan merupakan bagian dari kompensasi atau uang ganti rugi dari PT KAI.
“Enggak ada hubungannya (bebungah). Itu urusannya PT KAI (ganti rugi),” ucapnya.
Warga di kawasan tersebut menolak tawaran uang bongkar dari PT KAI karena nominal yang diberikan per meternya dinilai tidak logis.
Pada sesi sosialisasi, PT KAI menjanjikan akan memberikan uang kompensasi dan uang kompensasi tambahan sebesar Rp 10 juta. Uang tersebut digunakan untuk kompensasi tambahan rumah singgah.
Sebagai tambahan, warga juga bakal menerima biaya bongkar dan muatan truk senilai Rp 2,5 juta.
Adapun uang bebungah yang diberikan Keraton Yogyakarta adalah Rp 53,7 juta per rumah. Uang bebungah itu diberikan kepada 14 rumah.
Total uang bebungah yang diberikan mencapai Rp 750 juta. Namun, warga menolak penawaran tersebut lantaran dinilai masih belum sesuai.(*)
Penulis : Elis