INTENS PLUS – JAKARTA. Perusahaan dengan nama lengkap Tupperware Brands Corporation yang berdiri pada 1946, terancam bangkrut. Produk yang pertama kali diciptakan oleh Earl Silas Tupper, pebisnis AS yang lahir pada 1907, bahkan sudah mengajukan perlindungan kebangkrutan Bab 11.
Meski menjadi favorit ibu-ibu, Tupperware termakan zaman. Perusahaan yang aslinya berasal dari Amerika Serikat (AS) itu tak sanggup melawan gempuran kompetitor yang membuat wadah penyimpanan lebih murah dan ramah lingkungan.
Berdasarkan dokumen permohonan kebangkrutan yang mereka ajukan, Tupperware masih punya aset US$500 juta hingga US$1 miliar. Namun, kewajiban perusahaan jauh lebih besar, yakni menembus US$1 miliar-US$10 miliar.
Mereka sudah menjadi perusahaan publik. Tupperware terdaftar di Bursa Efek New York (NYSE) dengan kode TUP.
Pada situs resminya, Tupperware mengklaim telah menjangkau lebih dari 80 negara di dunia. Salah satunya Indonesia, di mana sudah ada lebih dari 150 ribu tenaga penjual independen yang tersebar di 203 lokasi kantor penjualan.
Tupper disebut-sebut sudah lama terobsesi dengan riset. Ia bergabung dengan perusahaan riset di usia 21 tahun dan menemukan metode memurnikan ampas biji hitam polyethylene menjadi plastik yang fleksibel, kuat, ringan, hingga tak berbau.
Pada 1938, Tupper mendirikan usaha plastik miliknya sendiri bernama Earl S Tupper Company dan mematenkan produk dengan nama Poly-T. Ia kemudian memeriahkan pasar AS usai Perang Dunia II dengan meluncurkan produk pertamanya, yakni wadah penyimpan makanan Wonderlier Bowl dan Bell Tumbler dengan merek Tupperware.
Sejak saat itu popularitas Tupperware menggila, terutama di kalangan generasi perempuan pascaperang. Salah satu media promosinya adalah Tupperware Home Party yang pertama kali diperkenalkan oleh Brownie Wise.
“Diperkirakan hampir setiap 1,3 detik diselenggarakan Tupperware Party di salah satu sudut dunia,” klaim Tupperware di situs resmi mereka, dikutip Jumat (20/9/2024).
CEO Tupperware Laurie Goldman sempat mencoba menyelamatkan kebangkrutan ini. Mereka merestrukturisasi utang hingga menandatangani perjanjian dengan bank investasi Moelis & Co untuk membantu mencari alternatif strategis.
Sayang, upaya yang dilakukan pada 2023 itu tak cukup. Likuiditas perusahaan yang bermasalah membuat Tupperware ragu untuk terus bisa menjalankan bisnis.
“Selama beberapa tahun terakhir, posisi keuangan perusahaan sangat dipengaruhi oleh lingkungan makroekonomi yang menantang,” kata Goldman dalam sebuah pernyataan.
Goldman Cs kini butuh persetujuan pengadilan mengenai perlindungan kebangkrutan. Jika disetujui, Tupperware akan terus menjual produknya sembari merencanakan proses penjualan bisnis mereka.(*)
Penulis : Fatimah Purwoko
Bisnis
Sorotan
Berdiri Sejak 1946, Tupperware Terancam Bangkrut
- by Redaksi
- 20/09/2024
- 0 Comments
- 1 minute read
- 229 Views

Berita Terkait ...
